Rabu, 06 April 2016

tujuan dan ciri-ciri kefilsafatan




DAFTAR ISI

BAB I    PENDAHULUAN.. 3
BAB II   PEMBAHASAN.. 5
BAB III  PENUTUP. 9





BAB I

PENDAHULUAN


Filsafat atau philosophy dalam bahasa Inggris, atau falsafah dalam bahasa Arab merupakan istilah yang diwariskan dari tradisi pemikiran Yunani Kuno. Filsafat secara harfiah berarti “cinta kebijaksanaan”. Mendefinisikan filsafat tidaklah mudah, karena pengertian filsafat yang ada adalah sejumlah pemikiran para filsuf yang memberikan defenisinya masing-masing, sehingga secara subjektif para filsuf memiliki pengertiannya masing-masing. Dengan demikian, definisi yang mereka buat saling melengkapi.
Plato mengatakan : “filsafat memang tidak lain dari pada usaha mencari kejelasan dan kecermatan secara gigih yang dilakukan secara terus menerus”. Aristoteles mendefenisikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Sedangkan menurut Descrates, filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya (Konrad Kebung, 2005). Selain pendapat-pendapat para filsuf tersebut, filsafat bisa diartikan sebagai penjelasan, yaitu menjelaskan semua yang ada dan yang mungkin ada. Sehingga metode yang digunakan dalam berfilsafat adalah metode terjemah dan menerjemahkan.
Filsafat bukan merupakan sesuatu yang bersifat abstrak karena filsafat tidak hanya berkutat dengan buku-buku sulit. Akan tetapi filsafat berangkat dari pergulatan hidup manusia di dunia atau berangkat dari realitas kehidupan sehari-hari. Dimulai dengan pertanyaan yang mendasar tentang kehidupan lalu dilanjutkan dengan penggalian. Filsafat dapat dicapai oleh makhluk hidup yang berakal (manusia) yang ingin memahami dirinya sendiri dan dunianya. Kemudian hasil dari filsafat adalah cara berpikir yang mendalam dan tepat tentang kehidupan. Sehingga secara singkat filsafat dapat dianggap sebagai berpikir atau pola pikir. Berpikir yang dimaksud adalah berpikir yang bersifat menyeluruh, mendasar dan spekulatif. Sehingga orang yang berfilsafat berarti orang tersebut berupaya melakukan pemikiran yang mendalam dan sistematis tentang berbagai permasalahan yang berkembang agar memiliki posisi dan pandangan yang jelas tentang suatu permasalahan tersebut. Akan tetapi sebenarnya berfilsafat itu lebih dari sekedar pola pikir, karena berfilsafat juga merupakan pola rasa atau pola hati dan pola krida.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa berpikir secara filsafat berbeda dengan berpikir biasa, yang membedakan adalah metode yang digunakannya. Berpikir biasa adalah berpikirnya orang awam, yaitu berpikirnya masih tercampur, tidak berpola dan tidak sistematis. Sedangkan berpikir secara filsafat adalah berpikir secara ilmiah dan logis.
Beberapa manfaat berpikir filsafat, yaitu mengajarkan cara berpikir kritis, sebagai dasar dalam mengambil keputusan, menggunakan akal secara proporsional, membuka wawasan berpikir menuju kearah penghayatan, dan masih banyak lagi. Itulah sebabnya mengapa setiap orang diharapkan untuk selalu berpikir filsafat kapanpun, dimanapun, dan dalam situasi apapun ia berada.
Namun kenyataannya, banyak orang yang masih bingung atau tidak tahu tentang perbedaan cara berpikir secara filsafat dan berpikir biasa. Banyak orang yang salah mengartikan, bahwa orang yang berpikir berarti berfilsafat. Padahal sebenarnya orang berpikir belum tentu berfilsafat walaupun oarang yang berfilsafat berarti berpikir. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang cara berpikir secara filsafat.

Adapun yang menjadi rumusan permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.      Apakah tujuan filsafat?
2.      Bagaimana ciri-ciri Kefilsafatan?

Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui tujuan filsafat
2.      Untuk mengetahui ciri-ciri kefilsafatan



BAB II

PEMBAHASAN

Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : “philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab. Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat.
Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. 
Filsafat bertujuan untuk mencari hakikat dari sesuatu gejala atau fenomena secara mendalam. Ilmu pengetahuan empiris hanya membicarakan gejala-gejala atau fenomena saja. Pada dasarnya tujuan mempelajari filsafat dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.     Dengan berfilsafat dapat menjadikan manusia lebih terdidik dan dapat membangun diri sendiri.
2.     Bersikap objektif dalam memandang kehidupan ini.
3.     Berpandangan luas, filsafat dapat menyembuhkan diri dari kepicikan dan ego.
4.     Filsafat mengajarkan untuk mampu berpikir mandiri (tidak ikut-ikutan).
5.     Filsafat memberikan petunjuk  dengan metode pemikiran reflektif dan penelitian penalaran supaya dapat menyerasikan antara logika, rasa, rasio, pengalaman dan agama di dalam usaha manusia mencapai pemenuhan kebutuhannya dalam usaha yang lebih lanjut yaitu “mencapai hidup bahagia dan sejahtera”.
Jadi di dalam filsafat harus refleksi, radikal dan integral. Refleksi berarti manusia menangkap objeknya secara intensional dan sebagai hasil dari proses tersebut adalah keseluruhan nilai dan makna yang diungkapkan dari objek-objek yang dihadapinya. Radikal berasal dari kata “radix” berarti akar, jadi filsafat berarti mencari pengetahuan sedalam-dalamnya atau sampai ke akar-akarnya. Filsafat ingin menembus hingga inti masalah dengan mencari faktor-faktor yang fundamental yang membentuk adanya sesuatu. Namun hal ini dibatasi oleh sejauhmana kemampuan manusia dapat menemukannya. Sebab filsafat tidak akan membicarakan yang jelas berada di luar jangkauan akal budi yang sehat. Sedangkan filsafat itu integral berarti mempunyai kecenderungan untuk memperoleh pengetahuan yang utuh sebagai suatu keseluruhan. Jadi filsafat ingin memandang objeknya secara keseluruhan.
Manusia Berpikir Filosofi artinya Manusia memiliki pola berpikir yang lebih kritis dibandingkan dengan makhluk lainnya, sehingga manusia dikatakan sebagai makhluk yang sempurna. Lalu bagaimanakah cara membedakan orang yang berpikir biasa dengan orang yang berpikir filsafat?
Berikut ini beberapa ciri-ciri manusia yang berpikir filsafat:
1.      Berpikir secara Radikal (Mendasar)
Berpikir secara radikal artinya, berpikir sampai ke akar-akarnya adalah berpikir sampai pada hakikatnya, esensi atau sampai pada substansi yang dipikirkan. Manusia yang berfilsafat dengan akalnya berusaha untuk dapat menangkap pengetahuan hakiki, yaitu pengetahuan yang mendasari segala pengetahuan indrawi.
Seorang filsuf tidak percaya begitu saja kebenaran ilmu yang diperolehnya. Ia selalu ragu dan mempertanyakannya; Mengapa ilmu dapat disebut benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri benar? Lalu benar itu sendiri apa? Seperti sebuah lingkaran dan pertanyaan-pertanyaan pun selalu muncul secara bergantian. Artinya, pemikiran yang dalam sampai kepada hasil yang fundamental atau esensial objek yang dipelajarinya sehingga dapat dijadikan dasar berpijak bagi segenap nilai dan keilmuan. Jadi, tidak hanya berhenti pada periferis (kulitnya) saja, tetapi sampai tembus ke kedalamannya.


2.      Berpikir secara menyeluruh.
Berpikir secara menyeluruh artinya Pemikiran yang luas karena tidak membatasi diri dan bukan hanya ditinjau dari satu sudut pandang tertentu. Pemikiran kefilsafatan ingin mengetahui hubungan antara ilmu yang satu dengan ilmu-ilmu yang lain, hubungan ilmu dan moral, seni dan tujuan hidup.

3.      Berpikir secara spekulatif.
Seorang yang berpikir filsafat melakukan spekulasi terhadap kebenaran. Sifat spekulatif itu pula seorang filsuf terus melakukan uji coba lalu melahirkan sebuah pengetahuan dan dapat menjawab pertanyaan terhadap kebenaran yang dipercayainya.

4.      Berpikir secara sistematik.
Dalam mengemukakan jawaban terhadap suatu masalah, para filsuf memakai pendapat-pendapat sebagai wujud dari proses befilsafat. Pendapat-pendapat itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung maksud dan tujuan tertentu.

5.      Berpikir dengan pemikiran yang bertanggungjawab.
Pertanggungjawaban yang pertama adalah terhadap hati nuraninya sendiri. Berpikir filsafat seolah-olah mendapat panggilan untuk membiarkan pikirannya menjelajahi kenyataan. Namun, fase berikutnya adalah bagaimana merumuskan pikiran-pikirannya itu agar dapat dikomunikasikan pada orang lain serta dipertanggungjawabkan.

6.      Berpikir secara Bebas
Berpikir secara bebas adalah bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural ataupun religius. Berpikir dengan bebas bukan berarti sembarangan, sesuka hati atau anarkhi, sebaliknya bahwa berpikir bebas adalah berpikir secara terikat akan tetapi ikatan itu berasal dari dalam kaidah-kaidah disiplin pikiran itu sendiri. Dengan demikian pikiran dari luar sangat bebas, namun dari dalam sangatlah terikat.

7.      Berpikir secara koheren dan konsisten.
Berpikir secara koheren dan konsisten artinya, berpikir sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir dan tidak mengandung kontradiksi atau dapat pula diartikan dengan berpikir secara runtut.
Berdasarkan ciri-ciri filsafat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa berfilsafat adalah suatu aktivitas yang menggunakan potensi akal seluas-luasnya dan sebebas-bebasnya tanpa dibatasi oleh sesuatu apapun secara radikal, sistematis, universal dan menyeluruh serta bersifat spekulatif dan mendasar dalam mengungkap hakikat suatu kebenaran. Artinya, hasil pemikiran yang didapat dijadikan dasar bagi pemikiran selanjutnya. Hasil pemikirannya selalu dimaksudkan sebagai dasar untuk menjelajah wilayah pengetahuan yang baru. Meskipun demikian, tidak berarti hasil pemikiran kefilsafatan itu meragukan, karena tidak pernah mencapai penyelesaian.













BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. 
Filsafat bertujuan untuk mencari hakikat dari sesuatu gejala atau fenomena secara mendalam. Jadi berfilsafat adalah suatu aktivitas yang menggunakan potensi akal seluas-luasnya dan sebebas-bebasnya tanpa dibatasi oleh sesuatu apapun secara radikal, sistematis, universal dan menyeluruh serta bersifat spekulatif dan mendasar dalam mengungkap hakikat suatu kebenaran. Artinya, hasil pemikiran yang didapat dijadikan dasar bagi pemikiran selanjutnya. Hasil pemikirannya selalu dimaksudkan sebagai dasar untuk menjelajah wilayah pengetahuan yang baru. Meskipun demikian, tidak berarti hasil pemikiran kefilsafatan itu meragukan, karena tidak pernah mencapai penyelesaian.












DAFTAR PUSTAKA


Abdul Hakim,dkk, Atang. 2008. Filsafat Umum.Bandung : CV Pustaka Setia
Muzairi. 2009. Filsafat Umum. Yogyakarta : Teras.
Purba, Edward dan Yusnadi.2015.Filsafat Pendidikan.Medan : Unimed Press
Tafsir, Ahmad, 2003. Filsafat Umum. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar